Penggunaan obat antibiotik telah umum digunakan untuk berbagai masalah penyakit, mulai dari flu ringan hingga yang mengancam nyawa seperti pneumonia. Bahkan, obat ini sering kali juga dikonsumsi tanpa resep dokter atau tidak sesuai dengan petunjuk dokter. Para peneliti menemukan fakta baru bahwa penggunaan obat antibiotik secara berulang, terutama pada masa kanak-kanak, bisa berdampak negatif di masa depan. Melansir Medical Daily pada Kamis (17/4/2025), sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Journal of Infectious Diseases menyelidiki bagaimana penggunaan antibiotik dapat terkait dengan perkembangan kondisi kesehatan kronis pada anak-anak. Mereka menganalisis catatan kesehatan lebih dari satu juta bayi di Inggris, melacak diagnosis berbagai kondisi pediatrik jangka panjang hingga usia 12 tahun.
Temuan para peneliti Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa paparan antibiotik yang sering pada anak-anak dapat mengganggu keseimbangan mikroba usus yang rapuh. Mereka rentan mengembangkan berbagai kondisi alergi saat beranjak dewasa, seperti asma, alergi makanan, dan rhinitis alergi. Selain itu, ada risiko lain yang ditemukan oleh para peneliti tersebut sebagai dampak penggunaan obat antibiotik berulang pada masa kanak-kanak, yaitu cacat intelektual. Namun, mereka mengatakan bahwa membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi dampak tersebut. “Antibiotik memainkan peran penting dalam memerangi infeksi bakteri, tetapi dokter harus berhati-hati saat meresepkan antibiotik kepada anak di bawah usia 2 tahun,” kata Daniel Horton, penulis utama studi tersebut dalam rilis beritanya. “Karena penggunaan (antibiotik) yang sering dapat memengaruhi hasil kesehatan jangka panjang,” tandasnya. Sementara, hubungan antara penggunaan obat antibiotik dan risiko kesehatan juga ditemukan bergantung pada jenis antibiotiknya. Artinya, semakin banyak jenis antibiotik yang dikonsumsi anak, semakin tinggi risikonya. Baca juga: 5 Efek Samping Kelebihan Obat Antibiotik yang Perlu Diwaspadai Hubungan obat antibiotik dengan penyakit autoimun Penelitian tersebut juga mendapatkan fakta bahwa tidak semua masalah kesehatan anak-anak terkait dengan penggunaan obat antibiotik. Contohnya, para peneliti menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara obat antibiotik dengan risiko penyakit autoimun di masa depan.
Penyakit autoimun meliputi penyakit celiac, penyakit radang usus, atau juvenile idiopathic arthritis.
Demikian pula, para peneliti tidak menemukan hubungan yang kuat juga antara obat antibiotik yang digunakan berulang pada anak-anak dengan masalah perkembangan saraf, seperti attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau autism spectrum disorder (ASD). Horton yang juga profesor madya pediatri dan epidemiologi di Rutgers Robert Wood Johnson Medical School dan Rutgers School of Public Health mengatakan bahwa antibiotik adalah obat yang penting dan terkadang dapat menyelamatkan nyawa. “Tetapi, semua infeksi pada anak kecil perlu diobati dengan antibiotik. Orang tua harus terus berkonsultasi dengan dokter anak mereka tentang perawatan terbaik,” pungkasnya.
Perlu diketahui di Indonesia pemberian secara bebas antibiotik di sarana pelayanan akefarmasian (apotek) dari apoteker kepada masyarakat dan pihak lain masih cukup tinggi. Hasil pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) apotek yang melakukan penyerahan antibiotik tanpa resep dokter dari 2021 hingga 2023 berturut-turut sebesar 79,57 persen, 75,49 persen dan 70,75 persen.
Meskipun data menunjukkan tren penurunan, tetap saja rata-rata secara nasional penyerahan antibiotik tanpa resep dokter masih terbilang tinggi
Sumber : kompas.com
























